KODEMIMPI - Di ibu kota Peru, Lima, sebuah bangunan paling bersejarah terbakar habis usai kota tersebut dilanda demonstrasi anti-pemerintah pada Kamis (19/1/2023) malam.
Bangunan tersebut merupakan sebuah mansion besar yang berusia hampir 100 tahun,
Para pejabat menyebut hancurnya bangunan bersejarah tersebut merupakan hilangnya aset monumental negara.
Hancurnya bangunan itu terjadi setelah ribuan demonstran turun ke jalanan di Lima menuntut pengunduran diri Presiden Peru Dina Boluarte.
Para demonstran juga marah atas puluhan korban tewas dalam gelombang unjuk rasa yang mengguncang penjuru negara tersebut selama beberpapa pekan terakhir.
Peru telah diguncang aksi demonstrasi sejak mantan Presiden Pedro Castillo digulingkan pada Desember 2022 karena berusaha membubarkan badan legislatif untuk mencegah pemungutan suara pemakzulan.
Di selatan Peru, tambang tembaga Antapaccay utama Glencore menghentikan operasinya pada Jumat setelah para demonstran menyerbu tempat tersebut.
Berhentinya operasi tambang tembaga itu merupakan ketiga kalinya selama Januari ini.
Tiga bandara di tiga kota berbeda yakni Arequipa, Cusco, dan Juliaca juga diserbu oleh para demonstran pada pekan ini.
Serbuan terhadap bandara tersebut memberikan pukulan terbaru terhadap industri pariwisata Peru.
“Ini kekacauan nasional, tidak bisa hidup seperti ini. Kami berada dalam ketidakpastian yang mengerikan, ekonomi, vandalisme,” kata salah satu warga Lima, Leonardo Rojas.
Pemerintah Peru sejauh ini sudah memperpanjang keadaan darurat ke enam wilayah, membatasi beberapa hak sipil.
Boluarte, pengganti Castillo, juga menolak seruan untuk mengundurkan diri dan mengadakan pemilihan umum.
Dia justru menyerukan dialog dan berjanji untuk menghukum mereka yang terlibat dalam kerusuhan yang mengguncang negara di Amerika Selatan ini.
“Semua kekuatan hukum akan jatuh pada orang-orang yang telah bertindak dengan vandalisme,” kata Boluarte, Kamis.
Beberapa penduduk setempat menuding Boluarte tidak melakukan tindakan apa pun untuk memadamkan protes yang dimulai pada sejak 7 Desember 2022 sebagai tanggapan atas penggulingan dan penangkapan Castillo.
Sejumlah kelompok hak asasi manusia menuduh polisi dan tentara menggunakan senjata api yang mematikan.
Sementara itu, kepolisian Peru mengatakan, para demonstran menggunakan senjata dan bahan peledak rakitan.